Chapter 2 – “Aku tidak tahu harus kemana”

Leave a comment

Hidup ini memang penuh perjuangan. Sesuatu yang ingin digapai saja sangat sulit untukku pribadi. Akan sangat disayangkan apabila keinginan yang sudah kutunggu-tunggu itu akan hilang. Tapi aku ingin menikmati masa-masa hasil jerih payahku itu. Impianku saat ini sebenarnya hanya dua: Aku ingin sekali bisa ke Jakarta dan mendapatkan lowongan kerja yang terbaik disana. Tapi, bagaimana bisa? Upah saja tidak cukup untuk kesana. Belum lagi biaya untuk sekolahku saat ini. Ayahku telah membanting tulang demi membayar uang sekolahku sampai saat ini. Aku sendiri juga sering berbuat kesalahan kepada beliau karena aku sering membentaknya, dan memintanya untuk cepat-cepat pindah dari tempat yang sangat kumuh ini. Tapi apa daya? Saat ini saja aku tidak tahu harus kemana. Ditambah lagi, uang jajanku sangat dibatasi akibat aku sering mengingkar janji Ayahku karena selalu tidak hadir untuk bekerja dengannya selagi diriku punya waktu luang.

Namun, aku selalu tidak disukai orang-orang disekitarku. Mereka tidak menyukai kehadiranku di lingkungan ini. Di sekolahpun juga. Aku menyadari bahwa aku pintar dan cerdas, sampai-sampai teman-temanku selalu berfikir bahwa aku mempunyai perilaku yang sangat sombong. Sebenarnya aku tidak menyadari bahwa selama ini aku telah mempunyai sikap seperti itu. Akupun tidak pernah merasakan itu. Di setiap hariku selalu diisi dengan siksaan. Teman-teman sekelasku sangat suka memfitnah sesuatu yang tidak benar kepadaku. Sungguh, aku benar-benar ingin lepas menjadi orang miskin dan cepat-cepat menjadi orang kaya. Aku tahu suatu saat nanti aku akan menjadi orang kaya dan bisa ke Jakarta. Aku yakin akan tekadku dan buktikan kepada Ayahku bahwa aku bisa mewujudkan mimpiku yang sudah aku impikan sejak lama.

Perkenalkan, namaku Purnama Prasetyo. Ya, namaku memang keren banget sih. Heran saja namaku seperti ini bisa jadi orang miskin. Biasanya orang-orang memanggilku Ama. Seringnya sih Amang, panggilannya monyet di komik-komik gak jelas gitu deh. Biasalah, teman-teman di sekolah yang usil-usil biasanya panggil aku Amang. Pada sirik kali ya kalau aku pintar dan cerdas. Hahaha. Tambah lagi, aku tinggal di Kudus, Jawa Tengah. Tempat yang mungkin orang-orang tidak banyak tau. Maklum bukan dari keluarga kaya, uang saja tidak punya untuk beli rumah bagus. Nasiblah diriku ini.

Keseharianku adalah pergi ke sekolah, membantu ayah bekerja di sawahnya, Tapi aku selalu telat untuk hadir menemani beliau. Selain itu juga aku suka menulis diari setiap malam. Ya, aku menulis diari seperti perempuan-perempuan perfectionist yang selalu berfikir bahwa rasanya ada yang kurang apabila mereka tidak menulis tentang peristiwa-peristiwa penting di setiap harinya. Anehnya, laki-laki juga bisa seperti itu, lho.

Saat ini aku menduduki bangku kelas 3 SMA. Tahun terakhir sekolah yang akan kukenang selalu. Memang aku sering sekali menerima kenyataan pahit akibat kesombonganku. Namun, momen-momen yang sudah ku perbuat selama SMA ini takkan pernah kulupakan. Dan yang pastinya, setiap momen itu selalu kutulis di buku diariku setiap malam. Dari guru-guru yang seru, teman-teman yang membenciku, sampai perempuan yang sering kupuja. Semua momen itu masuk kedalam buku diariku.

Oh ya sebelum lupa, aku ingin perkenalkan ayahku yang luar biasa. Nama beliau adalah Andi Prakoso. Setiap harinya, beliau memetik padi di sawah untuk kebutuhan kita sehari-hari dirumah. Bukan padinya sih yang dibutuhkan, tapi berasnya, hehehe. Ayahku selalu sabar dengan sikapku yang selalu dibenci oleh orang-orang sekitar kampung. Akupun sebenernya merasa bangga mempunyai Ayah seperti dia. Aku sangat mencintai beliau. Aku akan buktikan suatu saat nanti aku akan membalas segala kebaikan beliau.

 

Chapter 1 – “Aku Berasal dari Jakarta”

Leave a comment

Hari ini penuh dengan kesibukan. Setiap hari pekerjaanku semakin menumpuk. Sampai-sampai Ibuku sering menegurku karena aku suka tidur larut malam. Tapi aku mengerjakan ini untuk keluargaku, terutama ibuku yang tercinta. Hari ini saatnya untuk membuka lembaran baru. Banyak pendatang yang mengunjungi hotelku. Ya, aku adalah pendiri hotel bintang lima. Alhamdulillah, aku berasal dari keluarga mampu. Ibuku selalu mendukung aku dikala aku terjatuh dari kegagalan. Beliau selalu memberikan nasihat-nasihat luar biasa agar aku bisa menjalani hidup ini lebih bermakna.

Perkenalkan, namaku Bayu Prasetyo. Aku adalah seorang pengusaha sekaligus pendiri hotel terbesar di Jakarta. Tak hanya itu, pekerjaan sambilanku adalah sebagai pemain band. Salah satu alat musik yang aku mainkan adalah gitar. Aku sangat mencintai gitar. Bagiku, gitar mempunyai jiwa yang berkarakter. Setiap petikan-petikan yang aku mainkan selalu berbunyi dengan indah. Aku bermain gitar disaat tengah malam ketika ibuku akan mencoba untuk tidur lelap. Memang terdengar aneh, biasanya tengah malam diisi dengan kesunyian. Hanya saja hal ini sangat tidak terjadi dengan keluargaku, dan ibuku sangat menyukai dengan bunyi petikan gitar yang aku mainkan setiap malam sebelum beliau tidur lelap.

Tapi jangan salah, walaupun aku mempunyai hotel berbintang lima, statusku masih berpacaran dengan sang putri cantik. Ia bernama Anggi Prameswari. Di setiap hariku, dia selalu menemani aku setelah bekerja. Melihat wajahnya dan senyumannya membuat hatiku berdebar-debar. Dia adalah cinta pertamaku. Dia yang telah mengajari tentang keberadaan cinta. Dia memang anugerah Tuhan. Aku sangat bersyukur untuk mempunyai kekasih seperti dia. Semoga dia akan menjadi pasangan hidup dan matiku nanti.

Selama ini aku memang tinggal di Jakarta. Ya, aku berasal dari Jakarta. Tidak ada tempat lain yang bisa menggantikannya kecuali kota metropolitan nan indah ini. Meskipun macet dimana-mana, aku selalu menikmati suasana banyak orangnya di jalan raya. Aku tak tau apa yang orang-orang Jakarta pikirkan, tapi bagiku merekalah yang membuat suasana Jakarta menjadi sangat ramai dan padat.

Oh ya sebelum aku lupa, aku ingin perkenalkan orang terdekat yang selama ini yang sudah mendukung dan menjaga aku dimanapun dan kapanpun. Beliau adalah ibuku yang tercinta. Beliau adalah orang terhebat dan terpenting didalam hidupku. Kartika Sari. Ya, beliau mempunyai nama yang cukup familiar di telinga banyak orang.

Ada satu hal yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Ibuku selalu menulis sesuatu di buku kesayangannya. Kemanapun dan kapanpun akan dibawa bersamanya. Namun, aku tak pernah berani  bertanya tentang apa yang beliau tulis di buku itu. Jika aku bisa mengansumsikan tentangnya, dia sangat rajin untuk mengungkapkan emosinya kedalam setiap halaman yang beliau tulis. Ia tumpahkan semua curahan yang ada di benaknya. Akan tetapi, aku sebenarnya juga tidak tahu.

Newer Entries